Minggu, 14 Juni 2009

Hati-hati Pada Waktu Kuat

Hati-Hati Pada Waktu Kuat

Pencobaan yang kita alami atau masa rawan iman kita bukan saja pada waktu kita terhina tetapi juga pada waktu kita tersanjung dan terhormat, bukan hanya pada waktu kita kekurangan tetapi juga pada waktu kelimpahan, bukan hanya pada waktu merasa gagal tetapi pada saat kita sukses atau berhasil, bukan hanya pada waktu kita merasa lemah tetapi pada saat kita merasa kuat. Kejatuhan Daud terjadi bukan pada saat ia ada di dalam pelarian, yaitu ketika ia sangat menderita, tertekan dan tertindas (justru di pelarian Daud begitu dekat dengan Tuhannya), tetapi pada waktu ia sudah menjadi kuat ia lengah, ia tidak berjaga-jaga. Ia mengambil istri prajuritnya yang setia (Betsyeba istri Uria) . Ketika ia diperlakukan tidak adil ia tidak memperlakukan orang lain tidak adil, tetapi ketika ia merasa kuat, ia menjadi sewenang-wenang. Salomo jatuh setelah ia diberkati begitu berlimpah dalam hidupnya. Inilah yang namanya lengah. Hal ini juga dialami oleh Simson. Di puncak kejayaannya Simson sembrono sehingga ia jatuh dan merelakan kekuatannya dilucuti. Pada saat kita merasa kuat kita harus tetap waspada agar kita jangan jatuh. Paulus menasihati kita dengan pernyataannya sebagai berikut (1Kor 10:12). Iblis dalam kelicikannya berusaha untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan. Untuk itu kita harus tetap wasapda. Ternyata pada waktu kita terhormat, kelimpahan, sukses, kelimpahan dan merasa kuat kita tergoda untuk tidak sepenuh bergantung kepada Tuhan. Inilah yang terjadi atas Daud ketika ia berusaha menghitung jumlah rakyatnya (1Taw 21:1-3). Usaha mengitung rakyatnya adalah indikasi dimana Daud lupa diri. Ia lupa ahwa segala keberhasilannya adalah karena Tuhan. Jika Tuhan yang menentukan suksesnya seharusnya Daud tetap bergantung kepada Tuhan. Bukan kepada jumlah keretanya. Bukan pula karena cakap tentaranya. Tetapi karena Tuhan yang memberikan Daud kemenangan Oleh sebab itu kita harus diingatkan terus dengan apa yang dikemukan Pemazmur dalam Mazmur 124:1-8. Hal ini akan menjauhkan kita dari kesombongan. Kita tetap bersikap sederhana dan rendah hati. Pada waktu kita ada diatas inilah saat berbahaya yang harus diwaspadai. Bila tidak waspada iblis bisa memperoleh keuntungan didalam situasi tersebut. Pada saat kita merasa diatas maka kesombongan bisa menyusup tanpa kita sadari. Apa yang dikemukakan pemazmur ini kiranya melengkapui diri kita menghalau segala kecenderungan untuk sombong. Dalam Alkitab kita diajar untuk menyadari keterbatasan kita, sebab pada waktu kita lemah justru kita menjadi kuat (2Kor 12:9-10). Di ayat 10 kita temukan pernyataan Paulus yang sukar dimengerti tetapi kita bisa percaya benar. Pernyataan Paulus hendak mengajak kita untuk selalu mengingat bahwa kita harus selalu menyadari keterbatasan kita. Inilah yang membuat kita terdorong mencari Tuhan, tinggal dalam persekutuan dengan Tuhan. Sebab jika aku lemah maka aku kuat (otan gar astheno tote dunatos eimi ; for when I am weak then I am strong). Dalam teks aslinya ada kata “tote” yang artinya kemudian (then). Bila melihat kontek pembacaaan ayat maka perikop ini sedang berbicara mengenai pengalaman Paulus yang luar biasa. Sebenarnya Paulus bisa merasa hebat, kuat dan berkarunia khusus. Demi supaya Paulus tidak sombong maka Tuhan mengijinkan “duri dalam daging”. Jadi keadaan yang sulit bisa merupakan bendungan atau proteksi bagi kita. Jadi kalau hidup ini sedang tidak ada persoalan jangan lengah, justru kita harus waspada sebab inilah masa rawan. Variasi hidup yaitu bukan hanya pujian tetapi juga hinaan, bukan saja kelimpahan tetapi juga kekurangan, bukan saja sukses tetapi juga kegagalan, melaluinya Tuhan hendak menyempurnakan kita. Agar dalam kerajaanNya nanti didapati orang-orang yang “bijaksana” yang telah ditimpa berbagai pengalaman dan terbukti setia. Pada waktu aku lemah kemudian aku kuat. Maksudnya adalah agar kita menyadari bahwa kekuatan hanya datang dari Tuhan bukan manusia atau diri sendiri. Hal ini dapat ditegaskan dengan tulisan Paulus dalam 1 Korintus 2:1-5. Sering kita lupa untuk menjadi sederhana dan seperti anak-anak dihadapanNya. Sehebat apapun kita, kita tetap anak-anak Allah dihadapanNya dan terbatas dalam segala hal. Kita harus menyadari bahwa kita bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa tanpa Tuhan. Memang pada saat kita dinilai sukses oleh dunia sekitar kita, kuat dan bijaksana maka kita bisa mulai lupa bahwa semua yang ada pada kita bukan prestasi kita tetapi anugerahNya. Olerh sebab tetap bergantung dan memuji Dia. Syalom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan Yang Bermanfaat