Sabtu, 29 Agustus 2009

RENUNGAN: Pemuas Dahaga.......

PEMUAS DAHAGA
(Yohanes 4: 12 - 19)

Nats: Tuan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak
usah datang lagi ke sini untuk menimba air (Yohanes 4:15)

Pernah ibu saya dirawat di ICU karena gagal jantung. Dokter
memasukkan selang-selang plastik ke dalam mulutnya dari mesin pompa
darah. Ketika sadar, ia tak bisa bicara. Bibirnya yang kering mencoba
berbisik: "Haus ... haus ...." Ia haus luar biasa, tetapi saya
dilarang memberinya minum. Saya hanya boleh mengolesi bibirnya dengan
kapas yang dibasahi air. Sungguh pedih melihat ia menderita kehausan,
sementara yang saya lakukan tak cukup untuk memuaskan dahaganya.

Kehausan adalah penderitaan hebat. Orang bisa membayar berapa pun
untuk memuaskan dahaga. Perempuan Samaria yang ditemui Yesus juga
kehausan luar biasa. Bukan haus akan air, tetapi haus kasih sayang.
Ia mengira, dengan menikahi seorang laki-laki, dahaganya akan kasih
dapat terpuaskan. Nyatanya tidak. Ia mencoba lagi dengan laki-laki
lain. Sama saja. Sampai lelaki keenam, ia tetap dahaga. Yesus
berkata, yang perempuan itu butuhkan ialah "air hidup." Maksudnya,
Roh Kudus (bandingkan dengan Yohanes 7:38,39). Hanya Roh Kudus yang
dapat mengisi ruang kosong di hati kita. Memberi kehangatan kasih
sejati yang tak dapat manusia berikan. Jika kasih-Nya melimpah di
hati, kita akan merasa puas. Tidak lagi menuntut terlalu banyak dari
kasih manusia yang terbatas dan bersyarat.

Apakah Anda sering kecewa karena merasa kurang dikasihi? Apakah Anda
berharap terlalu banyak pada orang terdekat? Berhentilah menjadikan
orang lain sebagai sumber kasih. Minta Roh Kudus memenuhi hati Anda
dengan kasih-Nya. Anda akan diubahkan oleh-Nya menjadi penyalur
kasih, bukan pengemis kasih. SYALOM.
JADIKAN TUHAN SUMBER KASIH
ANDA TAK AKAN LAGI MENJADI PENGEMIS KASIH

Kamis, 27 Agustus 2009

Belajar Dari Francis Assisi...

Belajar dari Francis Assisi

(Perjumpaan Kristen dan Islam Menyelami Kasih Tuhan)

Tahun 1912, Francis Assisi mengadakan perjalanan ke tanah suci untuk menginjili umat Islam. Francis Assisi mengalami permasalahan yang berat. Angkatan perang yang besar dari umat Kristen telah tiba di Mesir untuk menyerang umat Islam. Umat Kristen berada di tengah kemelut “Perang Salib” melawan Turki. Mereka membunuh banyak umat Islam. Francis melihat benyak sekali yang kelaparan, anak-anak mati. Lantas ia berpikir bagaimana untuk menghentikan pembantaian ini?

Lantas ia memutuskan untuk menghadap Kardinal Pelagius, pemimpin umat Katolik di daerah itu sekaligus panglima perang Kristen. Ia memohon kepada Kardinal agar menghentikan peperangan. Francis mengetakan bahwa banyak orang yang mati. Dan mereka mati karena ulah umat Kristen. Tapi Kardinal itu tidak mau mendengarkan. Ia mengatakan: “Kita membunuh orang-orang ini untuk tujuan yang baik. Kita harus menaklukkan mereka agar gereja kita memiliki kuasa. Ketika gereja kita berkuasa, maka kita akan mampu menaklukkan iblis.” Namun Francis menjawab: “Tuhan Yesus tidak pernah berjuang untuk kuasa dunia. Allah justru mempergunakan kaum lemah, bukan orang yang berkuasa.” Kardinal itu merasa tersinggung lantas mengusir Francis dari tempat itu.

Karena ditolak oleh panglima Kristen, Francis bertekad menjumpai Sultan Al-Kamil, panglima Muslim. Ia bermaksud untuk memohon perdamaian. Sultan tersebut adalah seorang yang bengis. Dia bertekad bahwa tidak akan ada satu pun orang Kristen yang boleh hidup di muka bumi ini. Tapi Francis tidak gentar. Ia percaya kematian itu justru akan menghantarnya tinggal bersama dengan Tuhan yang dikasihinya itu.

Dengan tenang, Francis berjalan menuju kamp musuh itu. Tidak ada seorang pun pengawal Muslim yang mempedulikannya karena tubuhnya yang kecil, compang-camping dan terlihat miskin. Ketika Francis melewati mereka, ia tersenyum dan bertanya, “Kairo? Al-Kamil? Sultan?” Para pengawal itu menertawakannya lalu menunjukkannya jalan ke istana sultan.

Ketika mendekat ke pintu gerbang, Francis melihat sultan tersebut. Sontak, Francis berteriak, “Sultan! Sultan!. Teriakannya itu mengundang perhatian sang Sultan. Lantas Sultan itu berhenti dan terlibat pembicaraan dengan Francis.

Sultan : “Apakah anda dari kamp Kristen?”

Francis: “Ya, saya adalah Kristen”

Spontan seluruh pengawal marah dan menghunus pedang mereka. Namun sultan itu segera melarangnya.

Sultan: “Hentikan! Bawa ia ke istana. Aku hendak mengetahui apa yang membawanya ke tempat ini.”

Setibanya di istana, Francis duduk di lantai di hadapan sultan.

Sultan: “Jadi, apakah anda diutus untuk membunuh saya?”

Francis: “O, tentu tidak. Saya datang ke tempat ini untuk mengakhiri pertempuran. Panglima Kristen tidak mendengarkan permintaan saya. Karena itu saya datang kepada anda.”

Sultan itu terperanjat. Tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya.

Sultan: “Siapa namamu, dan darimana asalmu?”

Francis: “Nama saya Francis, saya berasal dari kota Assisi di Italia”

Sultan: “Baik, Francis dari Assisi, apa yang kau kehendaki dari aku? Apakah kau menghendaki aku untuk menyerahkan Mesir ke tangan musuh dan membiarkan umat Islam mati kelaparan?”

Francis: “Tentu tidak. Mesir adalah milikmu. Tapi engkau harus melakukan sesuatu untuk menghentikan peperangan.”

Sultan: “Apa itu?”

Francis: “Kau harus menjadi Kristen”

Lantas sultan itu tertawa terbahak-bahak. Ia kemudian berkata.

Sultan: “Menjadi seorang Kristen. Apakah kau tidak tahu bahwa aku menyiksa umatmu. Apakah kau tidak takut menderita?”

Francis: “Tuhan kami menderita bagi kami. Mengapa aku harus takut?”

Sultan: “Tuhanmu menderita?”

Francis: “Ya, Dia menderita agar kita mengerti. Dia menyerahkan hidup-Nya bagi kita. Itu sebabnya mengapa aku sangat mengasihi-Nya.”

Sultan: “Cukup. Tapi mengapa saya harus mengasihi Tuhanmu, sementara Ia tidak melakukan apa-apa untukku.”

Francis: (Francis menangis) “Oh, Ia melakukannya untukmu juga. Ia mengasihimu. Ia mengenalmu. Engkau adalah anak kesayangannya.

Francis berbicara dengan penuh keyakinan sehingga Sultan mulai tersadar.

Sultan: “Apa yang Tuhanmu inginkan untuk kulakukan?”

Francis: “Tidak ada, selain mengasihi Dia. Ia menginginkan kita untuk mencintai sesama kita dan membagikan apa yang kita miliki kepada sesama kita.”

Sultan: “Ah, omong kosong. Dulu kami mempunyai seorang guru yang berbicara mengenai iman, sama seperti yang kau katakan. Tapi kenyataannya, kami belum pernah menemukan seorang pun orang Kristen seperti yang kau katakan. Orang-orang Kristen adalah bengis dan jahat. Mereka berperang seperti binatang. Cerita mengenai imanmu itu tidaklah benar.”

Francis: “Memang ada orang Kristen yang jahat. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang lemah. Tapi kasih Allah tidak terbatas. Melalui Dia, orang yang paling jahat sekalipun dapat menjadi kudus. Ini hanya dapat kita temukan di dalam Kekristenan.”

Sultan itu menarik napas panjang.

Sultan: “Kau boleh pergi sekarang. Aku tidak akan membunuhmu. Bahkan aku akan memberikan hadiah kepadamu karena pembicaraan kita yang menarik ini. Ambil seluruh emas yang bisa kau bawa!”

Francis: “Emas! Aku tidak membutuhkan emas.”

Sultan: “Baik, ini untuk pertama kalinya aku pernah melihat seorang Kristen yang tidak menginginkan emas. Apa yang kau inginkan kalau begitu?

Francis: “Aku sangat ingin mengunjungi Yerusalem, tanah suci dimana Tuhan kami pernah hidup ketika Ia berada di dunia ini. Maukah kau mengijinkan aku kesana?”

Sultan: “Ya, aku bahkan akan mengirimkan seorang budak bersama denganmu untuk membawamu melewati perbatasan. Ingat! Budak itu adalah milikku dan kau harus mengembalikannya kepadaku.”

Francis: “Aku akan mengirimkannya kembali kepadamu.”

Francis dan seorang tawanan Kristen itu lalu meninggalkan istana Sultan itu. Beberapa hari kemudian Sultan Al-Kamil berbicara kepada pengawalnya.

Sultan: “Apakah Francis dan budak Kristen itu telah kembali?”

Pengawal: “Belum, belum, Yang Mulia!”

Sultan: “Aku pikir orang ini berbeda dari yang lainnya. Aku pikir ia adalah orang Kristen yang benar. Tapi ternyata aku salah. Mereka adalah sama semua. Semua adalah orang jahat. Tidak seorangpun menjadi orang Kristen yang benar.”

Tidak lama kemudian pengawal itu datang kembali dan bersujud.

Pengawal: “Yang Mulia, aku hanya ingin melaporkan bahwa budak itu telah kembali.”

Sultan: “Hmm, jadi Francis Assisi memegang perkataanya. Ia seorang Kristen yang benar.”

Beberapa hari kemudian, pasukan Kristen berhasil dikalahkan. Sang panglima, Kardinal Pelagius, yang pernah berharap akan kekuasaan gereja, sekarang terduduk dengan lesu di hadapan Sultan Al-Kamil.

Kardinal: “Biarkan 12 ribu pasukanku kembali.”

Sultan: “Dengar! Aku berjanji bahwa tidak akan ada seorangpun umat Kristen yang akan hidup. Aku akan membunuhmu semua. Tidak satupun perkataanmu yang dapat merubah pikiranku. Tapi beberapa hari yang lalu, seorang pria bernama Francis dari Assisi datang kepadaku dari rombonganmu. Aku sangat menghormatinya.”

Kardinal Pelagius terbelalak, ia terkejut. Ia mengingat pria kecil yang menurutnya bodoh itu.

Sultan: “Ia adalah satu-satunya orang yang perbuatannya menunjukkan bahwa imanmu adalah benar. Demi dia, dan demi permintaannya, aku akan membebaskanmu. Kamu semua boleh pergi, juga seluruh budak Kristen yang kutawan. Aku ingin Assisi mengingatku untuk selamanya.”

Kisah ini diangkat sebagai suatu refleksi bahwa kasih Tuhan yang tidak terbatas, bahkan sering bertentangan dengan nilai-nilai yang dipahami oleh masyarakat kita. Kita sering tertekan dan merasa tidak berarti ketika kita diperhadapkan dengan kelemahan dan kesalahan kita di hadapan Tuhan. Masyarakat dan nilai-nilai yang dimilikinya justru lebih sering menekan dan menindas sisi kemanusiaan kita. Ketika yang terjadi di dalam struktur kemasyarakatan kita adalah “yang menurut kita baik” dan “yang menurut kita jahat.” Pendeta, penatua, warga jemaat, kaum intelektual, dan kaum berduit dikategorikan “yang menurut kita baik”. Lalu para pelacur, korban penyalahgunaan obat-obatan, tahanan dan yang terbaring sakit, kita kategorikan jahat karena keberdosaannya maka mereka jatuh ke dalam pencobaan. Alam pikiran masyarakat dan kekristenan kita sering menyerupai pikiran Kardinal Pelagius yang hendak membangun kekuasaan di dalam gereja dan kekristenan itu. Padahal kita lupa bahwa berulangkali, Yesus mendobrak budaya dan nilai-nilai kemasyarakatan itu. Kita ingat kisah seorang pelacur yang hendak dilempari oleh orang banyak. Pelacur itu, dalam nilai-nilai kemasyarakatan di kala itu memang layak dilempari karena keberdosaannya. Namun, Yesus menjungkirbalikkan nilai-nilai dan tradisi itu. Dengan membawa suatu pesan yang sangat asing di kala itu, Yesus merubuhkan struktur kemasyarakatan yang mengikat itu. Pesan yang dibawakan Yesus sangat kontroversial: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yohanes 8:7b) Semua yang mendengar terkejut lalu pergi. Di dalam hukum kemasyarakatan Yahudi, tidak akan pernah diketemukan perilaku ini. Hukum kemasyarakatan tidak pernah mengajak kita untuk melihat kelemahan kita, melainkan selalu mengundang kita untuk melihat sisi kelemahan orang lain.

Kisah ini membawa kita untuk senantiasa merenung bahwa kerajaan Tuhan justru dialamatkan kepada “kita” yang selalu merasa diri penuh kenajisan dan kotor karena hukum kemasyarakatan yang menuntut kita untuk menjadi “setengah malaikat.” Kerajaan Allah bukan wahana pembenaran diri, pengumpulan kekuasaan dan egoitas kemanusiaan kita. Kerajaan Allah adalah kumpulan kenyataan yang sering terlewatkan oleh mata dan perhatian kita. Kerajaan Allah ibarat Francis Assisi yang kurus, miskin dan compang-camping sehingga tidak terlihat oleh indera penglihatan kita. Namun di dalam kesederhanaan, keberdosaan dan ketulusan untuk menyelamatkan, bukan menghakimi, nyatalah kerajaan Allah yang sesungguhnya. Syalom

Senin, 17 Agustus 2009

Renungan: JANGAN BIARKAN APA YANG TIDAK BAIK BERJAYA KARENA KAMU DIAM SAJA

Bacaan : Yeremia 26:1-15


Nats: Oleh sebab itu, perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu,
dan dengarkanlah suara Tuhan, Allahmu, sehingga Tuhan menyesal
akan malapetaka yang diancamkan-Nya atas kamu (Yeremia 26:13)

DIAM SAJA

Dalam miniseri HITLER: The Rise of Evil yang bercerita tentang Adolf
Hitler, sang pemimpin NAZI yang membantai jutaan orang pada 1940-an,
terdapat sebuah kalimat, "The only thing necessary for the triumph of
evil is for good men to do nothing." Kalimat ini dapat diterjemahkan,
"Yang diperlukan oleh kejahatan untuk berjaya adalah orang-orang baik
yang diam saja."

Yeremia hidup pada masa ketika kejahatan merajalela di Israel. Dalam
situasi itulah ia diutus Tuhan untuk memperingatkan dan
mempertobatkan bangsa Israel. Dapat kita katakan bahwa ia dipanggil
untuk melawan arus, sehingga pesannya acap kali tidak menyenangkan
hati para pendengarnya. Firman Tuhan hari ini adalah salah satu
contohnya. Di situ ia menyampaikan teguran dan ancaman Tuhan bagi
bangsa Israel (ayat 1-6). Tujuannya adalah supaya para pendengarnya
bertobat (ayat 3). Sangat disayangkan bahwa akhirnya mereka justru
marah dan ingin membunuh Yeremia (ayat 8,11). Namun, ketaatan dan
keberanian Yeremia ini adalah sesuatu yang perlu kita teladani.

Jika kita melihat sesuatu yang tidak baik sedang berkembang di
sekitar kita, adalah tanggung jawab kita sebagai umat Allah untuk
menyikapinya. Kalau bisa, kita rancang rencana-rencana yang akan
mengubah keadaan. Kerap kali hal ini melibatkan kerja sama dengan
orang lain yang juga sependapat dengan kita. Namun, jika itu tidak
mungkin, setidaknya kita perlu berani berpendapat berbeda dan
menyuarakan apa yang benar. Meskipun risikonya kita akan dikucilkan
dan bahkan disingkirkan. Syalom

Pensil

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat. "Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?" Mendengar pertanyaan si cucu,
sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, "Sebenarnya
nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi
tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai." "Nenek harap kamu
bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali
kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil
yang nenek pakai. "Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan
pensil yang lainnya." Ujar si cucu. Si nenek kemudian menjawab, "Itu
semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini." "Pensil
ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani
hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."
Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat
hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis,
kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah
kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu
membimbing
kita menurut kehendakNya" .

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali
harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek.
Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses
meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu
juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan
dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang
lebih baik"..

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk
mempergunakan
penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu
memperbaiki
kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu
kita untuk tetap berada pada jalan yang benar"..

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah
bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab
itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. .
Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam
hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati
dan sadar terhadap semua tindakan". Dengan demikian, kita akan mengetahui apa yang telah dan yang akan kita perbuat dalam kehidupan kita. Syalom